border="0"

PWI Sulteng: Jangan Kotori Profesi Wartawan!

Peran PWI Sulteng dalam Etika Jurnalistik dan Pelaporan Pelanggaran
Peran PWI Sulteng dalam Etika Jurnalistik dan Pelaporan Pelanggaran

PALU – Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Tengah, Mahmud Matangara, kembali mengingatkan wartawan untuk menjalankan profesinya secara terhormat dan bermartabat.

Wartawan, kata Mahmud, merupakan profesi yang terhormat. Oleh karena itu, Mahmud mengingatkan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya untuk memegang teguh Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. “Wartawan adalah profesi yang terhormat, jadi jangan dicemarkan dengan praktik-praktik yang merusak citra pers,” ujar Mahmud pada Senin (26/6/2023).

PWI Sulteng yang dipimpin oleh Mahmud juga telah beberapa kali menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya oknum wartawan yang menyalahgunakan profesi saat menjalankan tugas di lapangan. “Tentu saja hal itu sangat mengkhawatirkan, karena ada dugaan bahwa oknum wartawan tersebut memaksa dan meminta sesuatu dengan cara membuat berita sebagai alat tawar-menawar,” katanya.
Mahmud menyarankan agar masyarakat yang mengetahui atau mengalami perlakuan seperti itu melaporkannya kepada aparat hukum.

“Wartawan profesional menjalankan tugasnya dengan mengikuti etika jurnalistik dan Undang-Undang Pers, serta mengacu pada berbagai pedoman yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Saya yakin bahwa oknum wartawan tersebut tidak profesional, bahkan mungkin sebenarnya bukanlah wartawan namun mengaku sebagai wartawan,” ujar Mahmud, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua PWI Sulteng pada periode 2011-2016 dan 2016-2022.

Mahmud menyatakan bahwa masyarakat dan narasumber memiliki hak untuk menolak diwawancarai oleh wartawan yang tidak profesional.

Baca Juga : Langkah Antisipatif Penanganan TPPO dan Pengiriman Tenaga Kerja Illegal

“Wartawan profesional adalah mereka yang memegang kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Wartawan tersebut bekerja di media yang telah memenuhi standar perusahaan media, seperti memiliki badan hukum pers, alamat kantor redaksi dan kontak yang jelas, serta dipimpin oleh seorang penanggung jawab yang memiliki kompetensi sebagai Wartawan Utama,” jelas Mahmud.

Mahmud juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi kerja-kerja jurnalistik dan perilaku wartawan sebagai bentuk pengembangan kebebasan pers. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kebebasan pers dan memastikan hak untuk memperoleh informasi yang diperlukan, Kegiatan tersebut dapat berupa pemantauan dan pelaporan analisis mengenai pelanggaran hukum dan kesalahan teknis dalam pemberitaan yang dilakukan oleh pers, serta memberikan saran dan masukan kepada Dewan Pers untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

“Wartawan yang tergabung dalam PWI harus tetap memegang teguh Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Wartawan Indonesia, dan Kode Perilaku Wartawan, serta mengikuti pedoman-pedoman lain yang diterbitkan oleh Dewan Pers dan ditetapkan oleh PWI. Jika ada wartawan yang mengaku sebagai anggota PWI dan diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan dalam praktik jurnalistiknya, masyarakat dapat melaporkannya kepada PWI atau Dewan Pers,” tegasnya.

Jika terdapat indikasi tindak pidana seperti ancaman, pemerasan, atau tindakan serupa, PWI mendorong untuk melaporkannya kepada aparat hukum.
“PWI tidak ingin profesi yang terhormat dan bermartabat dicemarkan oleh satu atau dua oknum wartawan yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Konten Lainnya Kunjungi Media sosial Kami di : Seperdetik.com