Aktivitas PETI di kecamatan Moutong, Taopa, Lambunu Memicu Maraknya Perdagangan BBM Solar Secara Ilegal

Aktifitas masuknya BBM jenis solar ke wilayah Peti.
Aktifitas alat berat mengangkut BBM jenis solar ke wilayah salah satu peti. Foto:Istimewa

SEPERDETIK.COM – Kegiatan pertambangan di tiga Kecamatan yang ada diujung wilayah Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah, yakin Kecamatan Moutong, Taopa, Lambunu. Kuat dugaan untuk kelancaran aktivitas tersebut ditompangi dengan adanya perdagangan Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar Secara Ilegal.

Perlu diketahui aktivitas pertambangan tidak akan berlangsung tanpa ada penunjang kegiatan seperti BBM sebagai pengerak mesin maupun keperluan BBM alat bereat Exkapator yang ada dilokasi pertambangan.

Dilihat dari Aktivitas Pertambangan emas tanpa izin (Peti) di Desa Lobo Kecamatan Moutong, Desa Taopa Utara Kecamatan Taopa dan Desa Tirta Nagaya Kecamatan Lambunu yang saat ini kian menjadi-jadi dan makin tak terkendali. Kuat dugaan aktivitas tersebut akan memicu pada maraknya perdagangan BBM jenis biosolar bersubsidi secara ilegal. Yang berdampak terhadap perekonomian daerah.

Menurut penyampaian secara pantauan masyarakat Desa Taopa Utara yang disampaikan pada media ini, kendaraan truk penyuplai distribusi solar sering terlihat memasuki wilayah Taopa Utara.

“Selama ini memang kami pantau dalam seminggu mobil dram truk berwarna kuning penyuplai solar tersebut masuk wilayah sini seminggu sampai dua kali masuk. Dan info yang saya dengar katanya solar solar ini sebahagian disuplai dari toli toli, ” ujar salah seorang warga Taopa yang tidak mau disebutkan namanya pada wartawan media SEPERDETIK.COM baru baru ini.

Bukan hanya itu, dugaan perdagangan BBM jenis biosolar bersubsidi secara ilegal ini juga mulai dirasakan oleh masyarakat. Yang mana kuota jatah solar bagi petani, nelayan dan industri ekonomi lain menjadi terganggu akibat aktifitas pertambangan yang seakan tidak tersentuh hukum selama ini.

Berdasarkan penyampaian sumber tersebut, dugaan jual beli solar di wilayah pertambangan yang ada bahwa harga biosolar bersubsidi ilegal dijual dengan harga yang tinggi di atas dari pada harga normal atau harga ecer subsidi pada petani. Padahal diketahui BBM jenis biosolar sesuai aturan pemerintah di harga resmi Rp6800 per liter.

Jika kita mengacu pada peraturan pengunaan BBM di wilayah pertambangan. Kementerian ESDM telah mengatur pemakaian BBM untuk dipakai dalam aktivitas pertambangan. Itupun jika status pertambangan tersebut masuk dalam wilayah IPR.

Dan memasukan IPR sebagai salah satu isu pokok yang dibahas di dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara No. 4 Tahun 2009 atau RUU Minerba.

Sebagaimana berdasarkan draf RUU Minerba pasal 67, pemerintah daerah dapat memberikan IPR kepada penduduk setempat, baik kelompok masyarakat ataupun koperasi.

Namun, dengan syarat hanya menggunakan peralatan teknis pertambangan sederhana, serta memiliki kedalaman tertentu disesuaikan dengan jenis komoditas pertambangan.

Dalam pasal 68 RUU Minerba juga dijelaskan bahwa luas wilayah satu IPR untuk kelompok masyarakat paling banyak 5 hektare.

Sedangkan koperasi mencapai 10 hektare. Adapun IPR diberikan untuk jangka waktu maksimal 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.

Perlu kita ketahui bersama, aktifitas pertambangan yang ada di tiga kecamatan tersebut adalah aktifitas ilegal yang dikelola oleh para pemodal lokal dan pemodal asing yang dari luar Sulawesi Tengah dan di kordinasi langsung oleh oknum oknum masyarakat setempat yang ada.

Olehnya itu, laporan mengenai kegiatan pertambangan rakyat harus transparan agar pemerintah tidak memperoleh data cadangan dan produksi minerba yang sifatnya hanya dugaan saja.

Pengawasan dari Aparat Penegak Hukum (APH) harus lebih tegas melakukan penindakan pada kegiatan Ilegal yang nyata nyatanya merugikan masyarakat dari berbagai sisi.